Kisah dalam Diam
Di sebuah desa kecil yang sunyi, ada dua sahabat yang telah
berteman sejak kecil, Fara dan Iva. Meskipun berbeda sifat, keduanya selalu
saling mengerti tanpa perlu banyak bicara. Fara adalah seorang gadis pendiam,
sementara Iva lebih ceria dan terbuka. Namun, perbedaan itu justru menjadi
kekuatan dalam persahabatan mereka, karena mereka saling melengkapi.Hari-hari
mereka selalu diisi dengan kebersamaan yang sederhana. Mereka sering
berjalan-jalan bersama, berbagi cerita, dan kadang hanya duduk bersama di bawah
pohon besar di taman Desa, tanpa kata-kata. Kadang-kadang, mereka hanya
menikmati sunyi, namun perasaan mereka selalu saling terhubung, seperti ada
bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh hati mereka.
Namun, seiring berjalannya waktu, ada perubahan yang datang
secara perlahan. Iva mulai sibuk dengan kehidupan barunya, terlibat dalam
berbagai kegiatan, dan mulai mengenal teman-teman baru. Sementara itu, Fara
tetap dengan rutinitasnya yang sederhana. Ia merasa ada jarak yang semakin
menganga antara mereka, meski di luar, mereka tetap bertemu seperti biasa.
Suatu hari, Fara merasa kesepian. Iva tampak semakin jauh,
dan meskipun Fara berusaha untuk tidak menunjukkan perasaannya, dia merasa ada
sesuatu yang hilang. Dalam diam, Fara merindukan waktu mereka bersama, yang
dulu begitu penuh tawa dan cerita.
Pada suatu sore yang cerah, ketika matahari mulai tenggelam
di balik horizon, Fara memutuskan untuk mengunjungi taman tempat mereka biasa
duduk. Di sana, dia melihat Iva duduk sendiri di bawah pohon besar, seperti
yang sering mereka lakukan. Dira tampak termenung, matanya tampak jauh, seakan
memikirkan sesuatu yang berat. Fara mendekat perlahan, dan tanpa berkata-kata,
duduk di samping Iva.
Mereka hanya diam, menikmati keheningan. Namun, dalam diam
itu, Fara merasakan ada sesuatu yang berbeda. Dira akhirnya menatap Fara dengan
mata yang penuh arti. “Aku rindu,” ucap Iva, suaranya hampir tak terdengar.
“Rindu apa?” tanya Fara, meskipun dia sudah tahu jawabannya.
“Rindu waktu kita berdua. Rasanya aku mulai kehilanganmu, Fara,”
jawab Iva, matanya kini berkaca-kaca. “Aku sibuk, aku melupakan kita, aku
melupakan kamu.”
Fara hanya tersenyum, meskipun hatinya terasa berat. “Tidak
apa-apa, Iva. Kita tidak harus selalu bersama untuk tetap menjadi sahabat.
Kadang, kita hanya butuh waktu untuk menyadari betapa berharganya orang di
sekitar kita.”
Iva menggenggam tangan Fara erat. “Aku janji, kita akan
lebih sering bertemu, lebih sering berbicara, bahkan dalam diam sekali pun.”
Mereka duduk bersama, tak perlu lagi banyak kata. Di antara
mereka, ada kisah yang hanya bisa dimengerti oleh hati yang saling memahami.
Tanpa banyak kata, persahabatan mereka tetap abadi, seperti pohon besar yang
berdiri kokoh di taman itu, saksi bisu dari segala cerita yang pernah mereka
bagi, dalam diam.
Amanat Cerpen: Kadang-kadang, dalam persahabatan,
kata-kata tidak selalu diperlukan. Perasaan dan pemahaman satu sama lain bisa
berbicara lebih banyak. Persahabatan yang sejati tidak selalu tentang seringnya
bertemu, tetapi tentang saling mendukung dan memahami, meskipun dalam diam.
Komentar
Posting Komentar