Sincerity of Love
Pagi hari tiba, dan matahari menampakkan mukanya seperti biasa. Aku terbangun termenung sembari mengumpulkan nyawaku. Suasana masih sama, virus Covid 19 itu masih juga tidak berhenti menyebarkan dirinya ke dunia.
“Pukul berapa sekarang?”, Gumamku.
Hingga aku terperanjat ketika melihat jam di handphone sudah memunculkan angkanya di 06.15.
“Ya Allah, aku kan masuk jam 07.00, kenapa gaada yang bangunin aku sih!” Bentakku pada handphone yang tak tahu salahnya apa.
Aku pun langsung menarik selimut dan mulai berdiri menuju kamar mandi. Sementara itu, untungnya seragam sekolahku sudah kusetrika. Hingga setelah mandi aku langsung bergegas ganti pakaian dan merapikan barang-barang yang ada di tasku.
“Udah jam segini, gausah lah sarapan biasanya juga ngga, aku langsung berangkat aja.” Kataku sambal tergopoh-gopoh memakai sepatu.
Aku berjalan kaki ke sekolah, biasanya diantar sih, tapi kalau udah kepepet gini jalan juga bisa, untungnya jarak rumah menuju sekolah tidak terlalu jauh. Aku mulai berjalan sedikit cepat karena gerbang akan ditutup oleh guru tatib yang sangat killer itu dalam 10 menit.
“Untung masih ada waktu.” Gumamku sembari berlari ke dalam.
Setelah itu aku melanjutkan ke kelas dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar seperti biasa. Pada saat jam istirahat, aku berjalan menuju koperasi dan tanpa sengaja melihat sesuatu yang ditempel di mading sekolah.
“Apa sih itu, wait… Open Recruitment…?”
Oalah ternyata mading soal buka pendaftaran jadi anggota OSIS. Sejujurnya mulai dari kelas 7 aku udah tertarik buat join OSIS, tapi waktu itu mikirnya Covid 19 lagi aktif banget, jadi mikir kalo ga bakal kepake juga nantinya. Sekarang rasa itu tumbuh lagi, kayanya emang ini saatnya coba-coba. Aku mulai mempertimbangkan soal pendaftaran itu sampai aku pulang ke rumah.
Aku membuka handphone dan mulai stalking akun ig OSIS sekolahku itu dan mengulik informasi.
“Besok udah bisa isi formulir, gas deh.” Kataku dalam hati.
Keesokan harinya, sesuai rencana pada jam istirahat aku menuju ke ruang OSIS dan mulai mengisi daftar hadir dan mengambik formulir untuk kuisi. Pada hari itu juga aku mengumpulkannya. Entah dari mana semangat kesetananku ini datang. Sebenarnya aku anak yang introvert, tapi aku selalu memaksakan diriku untuk terus menambah relasi, agar diriku berkembang.
Setelah pengumpulan formulir, beberapa hari setelahnya muncul daftar siswa yang lolos untuk tahap wawancara, dan voila! Namaku ada!. Aku senang sekali melihat itu, aku bergegas mempersiapkan diri untuk wawancara.
Hari di mana tahap wawancara itu pun tiba, sungguh hatiku tak karuan, serasa lidahku tak berfungsi. Tapi syukurlah, aku bisa melewatinya.
“Huft, udah lah diterima atau ngga urusan nanti” gumamku pasrah.
Dan ternyata… beberapa hari seusainya terdapat pengumuman siswa yang lolos wawancara OSIS itu, dan ada namaku lagi! Well, I’m so happy! Aku harus berjuang seperti niat awalku.
Hari-hari berjalan seperti biasa, namun senang letihnya aku hadapi dengan nikmat. Hingga suatu ketika… Ketua OSIS itu aku seperti mengenalnya…
“Loh, Ziyad? Dia kan yang dulu gangguin aku pas SD, kenapa harus dia sih!” teriakku dalam hati.
Mukanya masih sama mengesalkan seperti dulu, hanya saja posturnya semakin tinggi. Sebenarnya dia itu teman TK ku, tapi aku ngga begitu inget karena masa TK ku aku juga dibully. As I said, i’m introvert, dan aku ga punya rasa berani sama sekali dulu. Singkat cerita, dulu SD kita beda, dan ada ketika tim SDku main futsal versusan sama tim SD Ziyad.
Sebelum futsal itu, dia udah sering gangguin aku sampe bikin risih. Tau ngga apa? Ziyad sering chat-chat in aku, ngaku-ngaku pacarku, apa aja deh sampe aku ga kuat dan bilang kalo…
“Stop! Aku risih, liat aja kalo aku ga bakal suka sama kamu!” ucapku saat itu.
Yaah itu di WhatsApp sih… tapi aku balesnya pake keyakinan yang yakin banget.
Ga nyangka bakal se-SMP dan se-kelas sama orang yang aku benci sekali. Dan satu organisasi yang diketuain dia. Aku ga tau bakal se-gila apa nanti huft. Akhirnya imbasnya aku menjadi diam tak banya bicara seperti yang kurencanakan sebelumnya. Aku menyesal tidak menyesal tapi tetap kujalani.
Hingga sampailah di pertengahan periode, entah dari mana arahnya aku mulai dekat dengannya. Iya, aneh, sangat aneh aku juga bingung. Tapi yang ku tahu saat itu aku nyaman sekali di dekatnya. Padahal sebelumnya aku sangat membenci laki-laki, siapapun itu.
“Ziyad udah pulang?” isi chatku sore itu.
“Belum, cil. Masih di lapangan ini.” Balasnya.
Ya, Aku dipanggil cil alias bocil. Sejujurnya kesal sekali, tapi aku nyaman gimana ya. Hingga hari-hari berikutnya, dia semakin dekat denganku. Lalu dia menyatakan perasaannya…
“Andini, kalau aku tembak kamu lagi kamu mau terima ngga?” ucapnya ragu-ragu.
Dulu waktu kelas 6 SD, dia menembakku berkali-kali namun kutolak. Jelas saja kita tidak kenal baik, malah enak-enaknya minta jadi pacar, ya ga mau lah. Itu juga salah satu cara dia membuatku semakin benci kala itu. Namun, saat ini rasanya berbeda. Aku ingin menerima namun masih bingung akan perasaanku. Aku juga banyak mempetimbangkan soal benciku pada laki-laki. Dia mengatakannya untuk terakhir kalinya sebelum dia benar-benar berhenti denganku.
Pada akhirnya aku menjawab ya.
Hari demi hari, bulan terus berganti, aku menikmati hubungan itu, namun tidak lupa dengan profesionalitasku sebagai pelajar dan organisatoris meskipun masih di usia itu. Namun aku tidak terlalu menganggap hubungan itu yang sangat serius, karena usia kami masih usia cinta monyet. Tapi aku sangat bahagia.
Tak terasa hari kelulusan tiba. Aku sedih, akan kehilangan banyak hal, termasuk Ziyad. Aku juga akan bersekolah di sekolah yang kubenci. Tapi apapun akan kulakukan demi orangtuaku. Aku berpisah dengannya. Beberapa saat setelah kelulusan itu, aku memutuskan Ziyad. Tepat di bulan Juni itu. Aku tidak tahu mengapa aku memutuskannya, aku punya banyak alasan, tapi aku hanya ingin beristirahat dari semua rasa sakit yang kurasakan.
Aku ingin dia menjadi orang yang sukses tanpa memikirkanku saat ini. Aku ingin dia bahagia tanpa terkekang wanita yang belum jelas akan menjadi siapanya. Aku sayang sekali dengan Ziyad. Banyak yang meragukan itu hanya sebatas cinta monyet, namun tak kupedulikan. Selama aku bersekolah di SMA, aku menghadapi banyak hal yang tidak enak yang kutahan sendirian. Teman ceritaku sudah tidak ada. Tapi aku masih berteman baik dengannya, hanya tak seintens dulu.
Aku tidak tertarik untuk jatuh cinta kepada selain dia, aku hanya ingin fokus mengembangkan diriku, hingga mungkin semoga saja akan dipertemukan di ke-tidak sengaja-an selanjutnya.
Hingga saat ini, aku masih tidak menduga, orang yang paling kubenci menjadi orang yang sangat kucintai. Banyak orang bilang “Jangan sampai menelan air ludahmu sendiri.” Kata-kata itu benar adanya, tanpa sadar aku menelan air ludahku sendiri. Namun aku bahagia saat itu. Aku selalu berdoa semoga dirimu diberikan kelegaan dalam hal apapun. Aku tidak pernah menyesal mengenalmu. Seperti yang sudah kusampaikan, semoga kita bertemu di ke-tidak sengaja-an selanjutnya, Ziyad.
Komentar
Posting Komentar