Janji
yang Terlupakan
Dewi menatap foto yang terletak di
meja kecil di samping tempat tidurnya. Foto itu menunjukkan dirinya bersama
seseorang yang kini sudah lama tidak ia temui, Ardi. Mereka tersenyum lebar di
tengah hamparan bunga di taman belakang rumah, hari itu adalah hari kelulusan
mereka. Janji yang mereka buat saat itu masih terngiang di benaknya, seperti
baru terjadi kemarin.
"Suatu hari, kita akan sukses
bersama, Dewi. Aku janji, kita akan selalu ada satu sama lain," kata Ardi
dengan mata berbinar-binar saat itu. Dewi hanya tersenyum, meskipun dalam
hatinya ada rasa cemas. Mereka berdua sudah berjanji untuk tidak saling
meninggalkan, apapun yang terjadi.
Namun, janji itu terasa semakin jauh
seiring berjalannya waktu. Setelah kelulusan, Ardi melanjutkan studi di luar
negeri, sementara Dewi memilih untuk bekerja di sebuah perusahaan lokal. Mereka
berjanji untuk saling mengabari, berbagi cerita, dan menjaga komunikasi meski
jarak memisahkan. Tapi seiring waktu, pesan-pesan mereka semakin jarang. Telepon-telepon
yang dulu selalu datang tepat waktu, kini tak pernah lagi terdengar. Dewi pun
mulai meragukan janji itu, meski ia tetap berharap.
Pagi itu, Dewi duduk di meja makan,
memandangi secangkir kopi yang telah lama dingin. Pikirannya melayang kembali
ke masa-masa indah bersama Ardi. Hari-hari yang penuh tawa dan harapan. Namun
kini, setelah lebih dari dua tahun berlalu, ia tak tahu lagi kabar Ardi. Pesan
terakhir yang mereka tukar hanya berisi, "Aku akan kembali suatu saat
nanti, jangan khawatir."
Dewi merasa sepi. Hari-harinya penuh
dengan rutinitas yang monoton. Ia sudah belajar untuk hidup tanpa Ardi, tapi
rasa kehilangan itu tetap ada. Janji itu, meskipun sederhana, tetap mengikat
hatinya. Dewi merasa cemas, apakah Ardi benar-benar akan kembali? Ataukah janji
itu hanya sebuah kata-kata manis yang terlupakan seiring waktu?
Suatu sore, saat Dewi sedang
berbelanja di pasar, ia melihat seseorang yang begitu mirip dengan Ardi.
Jantungnya berdebar kencang. Dewi segera mendekat, namun pria itu berjalan cepat
menjauh. "Ardi?" Dewi menyebutkan nama itu dengan pelan, namun tidak
ada jawaban. Ia hanya bisa berdiri terpaku, hatinya terasa sakit.
Malamnya, Dewi duduk di balkon
rumahnya, memandangi bintang-bintang di langit. Janji yang dulu terasa begitu
nyata kini seperti angin yang hilang tanpa jejak. Ia menyesali dirinya yang
terlalu berharap. "Mungkin janji itu hanya bagian dari masa lalu,"
pikir Dewi. "Mungkin, aku harus belajar untuk melepaskan."
Namun, saat itu, ponselnya bergetar.
Dewi melihat layar, ada pesan masuk dari nomor asing. Dengan tangan gemetar, ia
membuka pesan itu. "Dewi, ini Ardi. Aku minta maaf, aku tidak bisa
menepati janji itu. Tapi aku ingin kamu tahu, aku tidak pernah melupakanmu. Aku
harap suatu saat nanti, kita bisa bertemu lagi."
Dewi terdiam. Air mata mengalir di
pipinya, bukan karena kesedihan, tapi karena suatu pengertian yang mendalam.
Janji itu, meskipun terlupakan, tetap tersimpan dalam hati mereka. Meskipun
waktu telah memisahkan, ada hal-hal yang tidak akan pernah hilang.
Dewi menatap bintang di langit
malam, dan dalam hatinya, ia membalas janji itu, "Suatu hari, kita akan
bertemu lagi."
KARYA : MOCH.IKHYA’ULUMUDDIN XI - 7
Komentar
Posting Komentar