Kala di Waktu Itu
Oleh: Sekar arum
candraningtyas
Kala itu, angin sore menyapa dengan lembut, membawa aroma
tanah basah yang mengingatkan pada hujan yang baru saja berlalu. Di bawah pohon
besar di pinggir jalan, aku duduk bersama kamu, seperti yang selalu kita
lakukan bertahun-tahun lalu. Tidak ada banyak kata yang keluar, karena kita
tahu, dalam keheningan pun kita bisa saling mengerti.
“Apa yang kamu pikirkan?” tanyamu, suaramu terkesan lebih
dalam dari yang biasa.
Aku menoleh, melihat matamu yang penuh dengan tanya, seolah
ingin tahu lebih banyak tentang diriku yang selalu kamu anggap sulit dipahami.
Aku tersenyum tipis. Bagaimana mungkin aku bisa menjelaskan sesuatu yang terasa
begitu rumit dalam hati?
“Pikiranku banyak. Tentang kita, tentang waktu, tentang apa
yang telah berubah,” jawabku, suara itu terdengar jauh, seperti kenangan yang
sudah terlalu lama tersimpan.
Kamu menunduk, meraih sebatang rumput yang tumbuh di dekat
kita, lalu menggulungnya di antara jari-jarimu. "Kita memang berubah,
ya?" gumammu pelan, seperti sebuah kenyataan yang sulit diterima.
Aku mengangguk, meskipun perasaan itu terlalu berat untuk
kuungkapkan. Dulu, setiap sore seperti ini, kita selalu berada di tempat yang
sama, berbicara tentang impian yang kita miliki, tentang masa depan yang penuh
harapan. Tapi kini, ada jarak yang perlahan berkembang, seperti sungai yang
mengalir jauh dari tepiannya.
“Kala di waktu itu, kita tak pernah membayangkan semuanya
akan berubah seperti ini, bukan?” katamu, suaramu seakan mengingatkan pada masa
lalu yang tak bisa diulang.
Aku menutup mata sejenak, mengingat kembali semua saat-saat
kita bersama. Kala di waktu itu, dunia terasa lebih sederhana. Kita hanya punya
waktu untuk satu sama lain, dan setiap detiknya dipenuhi dengan tawa dan
kehangatan. Tapi waktu, dengan segala kejamnya, selalu membawa perubahan yang
tak bisa kita hindari.
“Aku rindu masa itu,” kataku, tanpa bisa menahan rasa dalam
hati.
Kamu menatapku, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa
waktu, aku melihat sesuatu yang hampir terlupakan di matamu—kekhawatiran, dan
mungkin sedikit kesedihan. “Kita masih bisa menjadi kita, meskipun banyak yang
berubah,” jawabmu, dengan nada yang penuh harapan, meski itu terdengar seperti
usaha untuk meyakinkan diri sendiri.
Aku menatap langit yang mulai menggelap, tanda bahwa malam
akan segera datang. Waktu bergerak maju, tak peduli apakah kita siap atau
tidak. “Kala di waktu itu, kita tak pernah memikirkan waktu akan membawa kita
sejauh ini,” kataku, meski kini aku sadar bahwa tak ada yang bisa kita lakukan
untuk menghentikan waktu.
Kita mungkin telah berubah, mungkin jalan kita tak lagi
beriringan seperti dulu. Tetapi, di dalam hati, aku tahu bahwa kala di waktu
itu, kita telah menciptakan kenangan yang tak akan pernah hilang. Meskipun
waktu terus berjalan, kenangan itu akan tetap ada, mengikat kita dalam cara
yang tak terduga.
Dan saat malam mulai turun, aku tahu bahwa meskipun waktu
mengubah segalanya, kenangan tentang kita, kala di waktu itu, akan selalu ada.
Berikut adalah analisis unsur intrinsik cerpen "Kala di Waktu Itu":
UNSUR INTRINSIK
1. Tema
- Perubahan dan Kenangan
Cerpen ini mengangkat tema tentang perubahan dalam hubungan manusia seiring berjalannya waktu dan bagaimana kenangan masa lalu tetap menjadi bagian yang abadi di hati.
2. Tokoh dan Penokohan
- Aku
Sosok reflektif, penuh perasaan, dan melankolis. Ia banyak merenungkan perubahan dalam hubungan mereka dan merasa sulit mengungkapkan isi hatinya. - Kamu
Sosok yang penuh perhatian, namun sedikit terkesan ragu-ragu dalam menghadapi kenyataan perubahan hubungan. Ia mencoba membawa optimisme meskipun dirinya pun merasa kehilangan.
3. Latar
- Latar Tempat
Di bawah pohon besar di pinggir jalan, tempat yang memiliki nilai sentimental bagi kedua tokoh karena menjadi saksi kebersamaan mereka di masa lalu. - Latar Waktu
Sore hari setelah hujan reda, memberikan suasana melankolis dan tenang yang memperkuat nuansa reflektif dalam cerita. - Latar Suasana
Cerita memiliki suasana melankolis, penuh nostalgia, dan sedikit harapan di tengah kesedihan karena perubahan hubungan.
4. Alur
- Alur Campuran (Maju dan Flashback)
Cerpen mengalir dengan alur maju, namun sering kali menyisipkan kilas balik tentang kenangan masa lalu untuk menjelaskan hubungan kedua tokoh dan bagaimana waktu mengubah mereka.
5. Sudut Pandang
- Orang Pertama (Aku)
Cerita disampaikan dari sudut pandang tokoh "Aku", yang memberikan gambaran subjektif tentang perasaannya terhadap hubungan mereka.
6. Amanat
- Waktu akan selalu membawa perubahan, namun kenangan yang indah akan tetap abadi di hati kita.
- Dalam hubungan, perubahan adalah sesuatu yang tak terhindarkan, tetapi usaha untuk mempertahankan kehangatan tetap penting.
Komentar
Posting Komentar