Self-Fulfilling Prophecy : Pengaruh Ekspetasi Guru terhadap Prestasi Siswa
PENDAHULUAN
Setiap individu
tidak dapat terlepas dari adanya harapan dalam kehidupan mereka. Dalam berbagai
aktivitas yang dilakukan, harapan dan tuntutan akan selalu muncul, baik yang
berasal dari diri sendiri maupun dari lingkungan sekitar. Dalam lingkungan
akademik, harapan adalah keyakinan guru bahwa siswanya mampu meraih kesuksesan
dan memiliki kemampuan untuk belajar secara mandiri.
Harapan dapat
bersifat positif maupun negatif. Seorang guru dengan harapan positif yakin
bahwa setiap siswa yang dibimbingnya memiliki potensi untuk berhasil. Dengan
keyakinan tersebut, ia akan terus memberikan perhatian dan memanfaatkan
berbagai peluang untuk mendukung keberhasilan siswanya. Sebaliknya, Ekspektasi
negatif mengacu pada keyakinan bahwa upaya mengajar atau tindakan apa pun tidak
akan membuahkan hasil dan justru berakhir dengan kegagalan. Pandangan ini dapat
memicu rasa apatis, sehingga seorang guru menjadi enggan untuk berusaha atau
melaksanakan pengajaran. Ketika seseorang meyakini bahwa ia akan gagal, ia
cenderung mencari alasan serta bukti yang memperkuat keyakinan tersebut. Harapan
seperti ini juga berpengaruh terhadap cara siswa melihat diri mereka sendiri,
yang pada akhirnya mendorong mereka untuk bertindak sejalan dengan keyakinan
tersebut.
ISI
Kondisi seperti
ini dikenal dengan self-fulfilling prophecy. Self-fulfilling prophecy
dapat dikenali melalui dua bentuk utama, yaitu pygmalion effect dan golem
effect. Pygmalion effect adalah fenomena di mana harapan positif
yang kita berikan kepada seseorang dapat meningkatkan motivasi, kepercayaan
diri, dan kinerjanya, sehingga ekspektasi tersebut akhirnya benar-benar
terwujud. Pygmalion effect telah terbukti secara ilmiah melalui berbagai
penelitian, salah satunya yang paling terkenal adalah eksperimen Robert
Rosenthal dan Lenore Jacobson pada tahun 1968. Dalam penelitian ini, beberapa
murid dipilih secara acak dari 18 kelas dan diberitahu kepada guru bahwa mereka
memiliki potensi intelektual lebih tinggi. Hasilnya, di akhir tahun, prestasi
murid-murid tersebut terbukti meningkat signifikan dibandingkan dengan murid
lain di luar kelompok eksperimen.
Sedangkan,
menurut Eden (1990), golem effect terjadi ketika harapan rendah dari
guru menurunkan performa siswa. Babad dan rekan (1982) menemukan bahwa siswa
dengan ekspektasi rendah dari guru menunjukkan prestasi akademik yang lebih
buruk dibandingkan siswa yang mendapat harapan sedang atau tinggi. Ekspektasi
negatif ini menurunkan kepercayaan diri, motivasi, dan usaha belajar siswa,
sehingga prestasi mereka menurun. Sikap negatif guru membuat siswa
menginternalisasi citra diri yang rendah, memperkuat siklus kegagalan yang
sulit diputus. Anggapan bahwa kegagalan adalah sifat bawaan siswa menyebabkan
apatisme dan mengurangi kualitas pengajaran. Keyakinan akan kegagalan juga
mendorong pencarian bukti yang mendukung ekspektasi tersebut, sehingga
ekspektasi negatif menjadi ramalan yang terpenuhi yang dikenal dengan self-fulfilling
prophecy.
PENUTUP
Kesimpulannya,
fenomena self-fulfilling prophecy memegang peranan krusial dalam konteks
pendidikan akademik. Ekspektasi tinggi dari guru terbukti dapat meningkatkan
prestasi siswa, sedangkan ekspektasi rendah berasosiasi dengan penurunan
kinerja akademik. Selain itu, prediksi, label, dan penilaian guru secara
kolektif berkontribusi dalam terbentuknya self-fulfilling propechy yang
terpenuhi pada siswa. Umpan balik serta interaksi yang diberikan guru memiliki
dampak signifikan terhadap persepsi diri siswa, kondisi emosional, perilaku di
lingkungan kelas, interaksi sosial, pencapaian akademik, dan kualitas hubungan
antar teman sebaya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru memiliki
pengaruh besar terhadap siswa mereka dalam aspek akademik, psikologis, dan
sosial.
Daftar Pustaka
Asbari, M. (2015). Fokus satu
hebat. Penerbit Dapur Buku.
Asbari, M. (2020). Is
transformational leadership suitable for future organizational needs? International
Journal of Sociology, Policy and Law (Ijospl), 1(1), 51–55.
Chandrasegaran, J., &
Padmakumari, P. P. (2018). The role of self-fulfilling prophecies in education:
Teacher-student perceptions.
Jenah, M., Fernandez, I. D. T.,
Sumarni, N., Asbari, M., Agusna, S., & Ramayanti, N. (2023). Pygmalion
effect: Esensi ekspektasi positif terhadap keberhasilan. Literaksi: Jurnal
Manajemen Pendidikan, 1(2).
Eden, D. (1990). Pygmalion in
management. Toronto: Lexington Books.
Rosenthal, R., & Jacobson, L.
(1968). Pygmalion in the classroom. The Urban Review, 3(1),
16–20.
Rowe, W. G., & O’Brien, J.
(2002). The role of Golem, Pygmalion, and Galatea effects on opportunistic
behavior in the classroom. Journal of Management Education, 26(6),
612–628.
Wong, H. K., & Wong, R. T.
(1999). The first days of school: How to be an effective teacher. Harry
K. Wong Publications.
ANALISIS KEBAHASAAN
1.
Kalimat
Pasif
a.
Kondisi
seperti ini dikenal dengan self-fulfilling prophecy.
b.
Pygmalion
effect telah terbukti secara ilmiah
melalui berbagai penelitian.
c.
Dalam
penelitian ini, beberapa murid dipilih secara acak dari 18 kelas dan
diberitahu kepada guru bahwa mereka memiliki potensi intelektual lebih tinggi.
2.
Bahasa
Reproduktif
a. Menurut Eden (1992), golem effect terjadi ketika harapan rendah dari guru menurunkan performa siswa.
b. Pygmalion effect telah terbukti secara ilmiah melalui berbagai penelitian, salah satunya yang paling terkenal adalah eksperimen Robert Rosenthal dan Lenore Jacobson pada tahun 1968.
c. Babad dan rekan (1982) menemukan bahwa siswa dengan ekspektasi rendah dari guru menunjukkan prestasi akademik yang lebih buruk dibandingkan siswa yang mendapat harapan sedang atau tinggi.
3.
Bahasa
Denotatif
a.
Harapan
b.
Akademik
c.
Golem effect
d.
Pygmalion effect
e.
Self-fulfilling propechy
f.
Etc.
Komentar
Posting Komentar